Istilah aqsam adalah
bentuk jamak dari asal kata “qasam” (sumpah). Menurut bahasa qasam semakna dengan "al‑Hilf” dan "al‑Yamin", namun muatan makna qasam lebih tegas. Para
pakar gramatika bahasa Arab mendefinisikan qasam
dengan kalimat yang mempunyai fungsi menguatkan suatu berita. Sedangkan
louis ma’luf, qasam diartikan dengan
bersumpah dengan Allah atau lainnya.
Adapun menurut istilah pengertian qasam dapat dijelaskan sebagai berikut:
"(Untuk
menguatkan jiwa agar orang tidak melakukan sesuatu, atau melakukan sesuatu,
dengan sesuatu yang diagungkan/dimuliakan, baik
dalam wujudnya yang
hakiki, maupun hanya dalam keyakinan).
"(Memperluas maksud dengan disertai
penyebutan sesuatu yang memiliki kedudukan lebih tinggi dan memfungsikan huruf
wau atau yang lainnya).
Menurut Imam az‑Zarqani sebagaimana yang dikutip oleh
Rosihan Anwar, mendefinisikan sum-pah dengan kalimat "(suatu kalimat untuk mentaukidkan
dan menguatkan suatu pemberitahuan)”.
Ibnu al‑Qayyim, dalam bukunya at-Tibyan, memberikan definisi sumpah dengan kalimat "(Kalimat
untuk mentahqiq perintah dan mentaukidkannya)
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, sumpah
didefinisikan dengan pernyataan yang diucapkan secara resmi dengan bersaksi
kepada Tuhan atau sesutau yang dianggap suci bahwa apa yang dikatakan atau
dijanjikan itu benar.
Sumpah dalam al‑Qur’an juga disebut dengan yamin, karena konon orang Arab ketika
bersum-pah selalu memegang tangan kanan sahabatnya. Namun ada yang berpendapat
bahwa terdapat perbedaan antara qasam dengan
halaf Dalam al-Qur’an kata halaf disebut sebanyak 13 kali. Sedangkan kata qasam disebut sebanyak 24 kali.
Kata halaf digunakan
untuk sesuatu yang negatif dimana Tuhan tidak memakainya. Kata qusuni ialah kata sumpah yang dipakai
Tuhan. Menurut M. Quraish Shihab, dari segi bahasan, apakah
kata qasam, yamin dan halaf tidaklah terdapat perbedaan.
Sedangkan Bintu Syathi menyebutkan ada perbedaan,
sebagaimana yang dikutip oleh Rahmat Syafe’i , halaf adalah:
- Digunakan untuk menunjukan kebohongan orang
bersumpah.
- Menggambarkan penyumpahannya tidak konsekuen,
lalu membatalkannya.
Ini salah satu sebab mengapa al‑Qur’an menggunakan
istilah qasam yang hanya dipakai Allah SWT karena menunjukan kebenaran
dan kesungguhan. Sedangkan al‑Yamin hanya digunakan tidak dalam
bentuk fi’il seperti qasama dan halafa. Dengan demikian, inti pembahasan aqsam al‑Qur’an adalah
sumpah Allah dalam al‑Qur’an.
Unsur‑unsur
Aqsam dan Ungkapannya
Dalam bahasa Arab, kalimat yang biasa digunakan untuk
menyatakan sumpah ialah "uqsimu" atau "ahlifu",
yang dita’diahkan dengan "ba" kepada muqsam bih, kemudian baru disebutkan muqsam
‘alaihnya yang biasa disebut juga dengan jawab qasam.
Dengan demikian, sighat aqsam itu terdiri dari tiga unsur, yaitu:
1. Fi’il transitif dengan huruf ba'
Bentuk asal aqsam,
adalah fi’il aqsama yang transitif dengan “ba”,
kemudian disusul dengan muqsam bih dan muqsam 'alaih yang disebut de-ngan jawab qasam, sebagai
suatu contoh adalah sighat qasam yang terdapat dalam al‑Qur’an
surat al-Nahl
ayat 38 :
وأقسموابالله جهد أيمنهم لايبعث الله من يموت بل
وعداعليه حقاّ ولكنّ أثرالناّس لايعلمون
”Mereka bersumpah dengan nama Allah
dengan sumpahnya yang sungguh-sungguh: "Allah tidak akan akan membangkitkan
orang yang mati". (Tidak demikian), bahkan (pasti Allah akan membangkitnya),
sebagai suatu janji yang benar dari Allah akan tetapi kebanyakan manusia tiada
mengetahui". (al-Nahl: 38).
Namun dalam prakteknya, bentuk kalimat sumpah, kadang‑kadang
dirasakan agak panjang maka supaya lebih singkat dan efisien seringkali fi’il qasam tidak disebutkan dan sebagai gantinya cukup dengan
menyebutkan "ba" yang
dihubungkan dengan lafazh jalalah atau
lainnya. Kemudian "ba" pun
diganti dengan "wawu" jika
dihubungkan dengan sesuatu yang zhahir, seperti
sumpah yang terdapat dalam fi’il :
والتيّنِ
والزّ يتون
"Demi
(buah) Tin dan (buah) Zaitun,…(at‑Tin: 1).
Namun, jika dihubungkan dengan lafadzh ja-lalah, terkadang huruf “ba” digantikan dengan huruf "la",
seperti sumpah yang tercantum dalam surat al-Anbiya’ Ayat 57:
وتالله
لأ كيدنّ أصنمكم بعد أن تولّوامد برين
"Demi
Allah, sesungguhnya Aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu
sesudah kamu pergi meninggalkannya”
Namun qasam dengan
"ta" ini jarang dipergunakan,
sedangkan yang banyak dipakai dalam al-Qur’an adalah dengan huruf “wawu”.
2. Muqsam bih adalah sesuatu yang dijadikan sumpah oleh Allah
Di dalam al‑Quran, bagi Allah sumpah itu da-pat
dilakukan dengan dua cara, yaitu:
a. Allah bersumpah dengan dirinya.
Di dalam al‑Qur’an terdapat tujuh tempat di-mana Allah
bersumpah dengan dirinya sendiri ya-itu:
1)
Surat al‑Dzariyat
ayat 23:
فوربّ االسّماء والأرض إنّه لحقّ مثل ما أنّكم
تنطقون
"Maka demi Tuhan langit dan bumi,
sesungguhnya yang dijanjikan itu adalah benar‑benar (akan ter-jadi) seperti
perkataan yang kamu ucapkan”.
2)
Surat Yunus ayat 53:
قل إى وربّى إنّه لحقّ وما أ نتم بمعجزين
"Katakanlah:
Ya, demi Tuhanku, sesungguhnya azab itu adalah benar dan kamu sekali‑kali tidak
bisa luput (daripadanya)”.
3)
Surat al‑Taghabun
ayat 7:
زعم الّذين كفروا أن لّن يبعثوا قل بلى وربّى
لتبعثنّ ثمّ لتنبؤنّ بما عملتم وذلك على الله يسير
"Orang‑orang yang kafir mengatakan
bahwa mereka sekali‑kali tidak akan dibangkitkan. Kata-kanlah: "Memang,
demi Tuhanku, benar‑benar kamu akan dibangkitkan, kemudian akan diberitakan
kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Yang demikian itu adalah mudah bagi
Allah”.
4)
Surat Maryam ayat 68:
فوربك لنحشّر نّهم والشّبطين ثمّ لنحضر نّهم حول
جهنّم جثياّ
"Demi
Tuhanmu, sesungguhnya akan Kami bangkitkan mereka bersama syaitan, kemudian
akan kami datangkan mereka ke sekeliling jahannam dengan berlutut”.
5) Surat
al‑Hijr ayat 92:
فوربّك لنسئلنّهم أجمعين
"Maka demi Tuhanmu, kami pasti akan
menanyai mereka semua”.
b. Allah bersumpah dengan makhluk-makhluk-Nya.
Di dalam al‑Qur’an Allah banyak bersumpah dengan ayat‑ayat‑Nya
yang memantapkan eksistensi dan sifat‑sifat‑Nya. Dan sumpahnya dengan sebagian
makhluk-Nya menunjukan bahwa makhluk itu termasuk salah satu ayat‑Nya yang
besar, di samping menunjukan pula akan keutamaan dan kemanfaatan makhluk tersebut
agar dijadikan i’tibar bagi manusia,
antara lain:
1) Al‑Syams ayat 1‑ 6:
“Demi matahari
dan cahayanya di pagi hari, 2. Dan bulan apabila mengiringinya, 3. Dan siang
apabila menampakkannya, 4. Dan malam apabila menutupinya, 5. Dan langit serta
pembinaannya, 6 Dan bumi serta penghamparannya”.
3. Muqsam
alaih (jawab qasam)
Dengan qasam sebenarnya
dimaksudkan untuk mentaukidkan muqsam
alaih dan mentahqiqannya. Oleh
sebab itu, untuk pemberitaan hal‑hal ghaib,
ataupun hal‑hal tersembunyi perlu pemakaian sumpah.
Muqsam alaih
yang terdapat dalam al-Qur’an dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Jawab qasam pada umumnya disebutkan dengan jelas,
namun dijumpai juga jawab qasam yang tidak disebutkan dengan jelas (mahzhqf), sebagai-mana halnya jawab "lau" yang, sering dibuang, seperti
terdapat dalam firman Allah surat at‑Takatsur ayat 5:
"Janganlah
begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin... ".
Macam‑macam
Qasam dalam Al‑Qur-’an
Sumpah adakalanya zhahir
(nyata), dan ada-kalanya mudhmar
(tidak terang disebut). Kedua macam sumpah tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a. Sumpah Zhahir
Sumpah zhahir
ialah sumpah yang biasa disebut dengan jelas fi'il qasamnya dan ditegaskan pula muqsam bih‑nya. Termasuk yang zhahir
juga ialah sumpah yang dibuang fi'il
qasam‑nya, dan untuk menyatakan sumpah cukup diganti dengan huruf qasam, yaitu ba, wawu dan la.
Juga termasuk sumpah yang zhahir,
yaitu sumpah yang berbentuk “la nafiah” yang dihubungkan dengan fi’il
qasam, seperti firman Allah: al‑Qiyamah ayat 1‑ 2:
“Aku
bersumpah demi hari kiamat, 2. Dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat
menyesali (di-rinya sendiri)".
Dalam hal yang terakhir ada yang berpendapat, bahwa "la"
pada dua ayat tersebut, yang menafikan sesutau, bukan "la" untuk qasam,
tetapi "la nafiah" yang menafikan sesuatu yang mahzhuf.
Yang takdirnya sesuai dengan maqamnya. Ada juga yang menyatakan “la" di
sini adalah “la zai-dah”.
b.
Sumpah Mudhmar
Sumpah mudhmar
yaitu yang di dalam sumpah itu tidak dijelaskan adanya fi’il qasam, dan juga tidak jelas adanya muqsam bih.
Sumpah tersebut hanya ditunjukan oleh "lam taukid" yang terletak
pada jawab qasam, seperti firman
Allah dalam surat
ali ‘Imran ayat 187:
“Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil
janji dari orang‑orang yang telah diberi kitab (yaitu): Hendaklah kamu menerangkan
isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikan-nya, “lalu mereka
melemparkan janji itu, ke belakang punggung mereka dan mereka menukarnya
dengan harga yang sedikit. Amatlah buruknya tukaran yang mereka terima”.
Tujuan
dan Faedah Qasam dalam Al‑Qur’an
Keistimewaan dalam bahasa Arab ialah bahwa seuatu pemberitaan
yang hendak disampaikan kepada orang lain, sering kali perlu memperhatikan
bentuk pemberitaan yang harus digunakan.
Di dalam ilmu ma'ani,
bentuk‑bentuk pemberitaan tersebut diuraikan dalam "Adhrub al‑Khabar", di sana dijelaskan bahwa penyampaian berita
kepada orang lain perlu memperhatikan tanggapan yang mungkin diberikan oleh si
penerima berita.
- Maka dalam kontek ini, lawan bicara paling tidak mempunyai tiga macam keadaan, antara lain:Lawan bicara tidak dimungkinkan meragukan kebenaran berita.Penyampaian berita dalam kondisi ini tidak perlu diperkuat dengan ta'kid. Bentuk pemberitaan seperti ini dalam ilmu ma'ani disebut ibtida'i. Dalam konteks ini, penerima berita dimungkinkan seorang yang berhati kosong, sama sekali tidak mempunyai persepsi akan pernyataan yang diterangkan kepadanya, maka pemberitaan yang disampaikan kepadanya tidak perlu memakai penguat (ta’kid).
- Lawan
bicara tampak meragukan kebenaran suatu berita., dalam kontek ini audience
terlihat meragukan apakah hendak menerima atau menolaknya, maka pemberitaan
untuk orang semacam ini sebaiknya diperkuat dengan suatu penguat guna
menghilangkan keragu‑raguan yang ada pada dirinya. Pemberitaan semacam ini
disebut ihalabi.
- Audience sangat dimungkinkan mengingkari atau balik memusuhinya., Penyampaikan berita dalam keadaan yang terakhir, sudah seharusnya disertai penguat sesuai kadar keingkarannya. Karena audience adalah orang yang sangat dimungkinkan mengingkari atau bah-kan memusuhi kebenaran berita. Pemberitaan de-mikian dinamakan inkar.
Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa qasam merupakan salah satu penguat pemberitan
yang masyhur untuk memantapkan dan
memperkuat kebenaran sesuatu di dalam jiwa. Al‑Qur’an diturunkan untuk seluruh
manusia, dan manusia mempunyai sikap yang beraneka ragam terhadapnya, diantaranya
ada yang meragukan, ada yang mengingkari dan ada pula yang amat memusuhi.
Karena itulah sumpah dalam kalamullah dimaksudkan untuk menghilangkan keraguan, melenyapkan
kesalahpahaman, menegakkan hujjah, memperkuat
khabar Tuhan kepada manusia dan menetapkan hukum dengan cara paling sempurna.
Di samping tujuan tersebut di atas, sumpah Tuhan dengan diri‑Nya mempunyai
faedah untuk menunjukan kebesaran dan keagungan‑Nya. Sedangkan sumpah Tuhan
dengan makhluk‑Nya menurut as‑Suyuthi sebagaimana yang dikutip oleh Rachmat
Syafei, sumpah Tuhan dengan makhluk-Nya mempunyai faedah yang dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Menunjukan kelebihan yang diberikan Tuhan
kepada makhluk‑Nya, dari segi keutamaan/kemuliaan.
2. Menunjukan kelebihan yang diberikan Tuhan
kepada makhluk‑Nya, dari segi keagungan dan manfaatnya.
Penutup
Dari uraian di atas dapatlah diambil beberapa
kesimpulan, antara lain:
1. Sumpah adalah satu cara yang dipergunakan dalam
al‑Qur’an untuk memperkuat kebenaran wahyu Tuhan.
2. Sedangkan
unsur‑unsur sumpah adalah:
a. Fi’il (kata kerja) transitif dengan
huruf ba’.
b. Muqsam bih adalah sesuatu yang dijadikan
sumpah oleh Allah.
c. Muqsam alaih (jawab qasam).
3. Kalimat
sumpah dalam al‑Qur’an mempunyai bentuk yang bermacam‑macam.
4. Sumpah
dengan nama Tuhan untuk menunjukan akan keagungannya, dan sumpah Tuhan dengan
makhluknya menunjukan kelebihan makhluk dari segi kemulyaan atau dari segi ke-manfaatannya