Sabtu, 14 Juli 2012

ISRAILIYAT (KISAH DALAM AL-QUR'AN) Part II




 
Definisi
 Israiliyat secara etimologis adalah bentuk jamak dari kata israilyah, disini yang dinisbatkan pada kata Israil, dari bahasa Ibrani yang berarti hamba Tuhan. Dalam pengertian lain israiliyat dinisbatkan pada Nabi Ya’kub bin Ishaq bin Ibrahim. Sedangkan istilah Yahudi adalah sebutan bagi Ba-ni Israil hal ini selaras dengan hadist yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Ibnu Abbas, yang artinya:
“Sekelompok orang Yahudi telah mendatangi Na-bi, lalu beliau bertanya kepada mereka, "Tahukan kamu sekalian bahwa sesungguhnya Israil itu adalah Nabi Ya’qub?. Lalu mereka menjawab, "betul". Kemudian Nabi berdo’a, wahai Tuhanku saksikanlah pengakuan mereka ini”.
Sedangkan dalam al-Qur’an Allah SWT berfirman :
"Semua makanan adalah halal bagi Bani Israil, kecuali makanan yang diharamkan oleh Israil (Ya’qub) untuk dirinya sendiri sebelum Taurat diturunkan". (QS. 3: 93)

Dari segi terminology, kata israiliyat didefinisikan secara berbeda oleh para ulama, salah satu diantaranya menurut:
1. Husein Adz Dzahabi
Walaupun makna lahiriah dari israiliyat  pengaruh-pengaruh kebudayaan Yahudi terhadap penafsiran al-Qur’an, kami mendefinisikannya lebih luas dari itu, yaitu pengaruh kebudayaan Yahudi dan Nasrani terhadap tafsir”.
Beliau juga mendefinisikan israiliyat dengan dua pengertian, yaitu :
a.   Kisah dan dongeng kuno yang disusupkan da-lam tafsir dan hadist yang periwayatannya kembali kepada sumbernya, yaitu Yahudi-Nasrani, atau lainnya.
b.   Cerita‑cerita yang sengaja diselundupkan oleh musuh‑musuh Islam ke dalam tafsir dan hadist yang sama sekali tidak dijumpai dasarna dalam sumber‑sumber lama.

2. Asy-Syarbasi
“Israiliyat adalah kisah-kisah dan berita-berita yang diselundupkan oleh orang-orang Yahudi ke dalam Islam. Kisah-kisah dan kebohongan mereka kemudian diserap oleh umat Islam. Selain dari Yahudi mereka pun menyerapnva dari yang lain-nya”.

3. Amin al Khuli
“Israiliyat adalah informasi‑informasi maklumat yang berasal dari ahli kitab yang menjelaskan nas-nas al-Qur’an atau hadits”. 
Perbedaan pendefinisian tentang israiliyat dari redaksi dan isi dalam hal materi dan sumber telah mengisyaratkan bahwa pada dasarnya para ulama sepakat bahwa israiliyat berisi unsur‑unsur luar yang masuk ke dalam Islam. Diantara mereka ada yang menyebutkannya secara umum seperti asy-Syarbasi dan Amin al-Khuli, sedangkan adz-Dzahabi menyebutkannya secara khusus, yang berupa kisah‑kisah, dongeng‑dongeng dan khurafat-khurafat. Namun beliau pun menyatakan bahwa materi israiliyat dapat berupa akidah, hukum dan kisah-kisah. 
         Latar Belakang Historis Tumbuhnya Israiliyat
Kaum Yahudi adalah sekelompok kaum yang dikenal mempunyai peradaban yang tinggi dibanding dengan bangsa Arab pada masa itu. Mereka telah membawa pengetahuan keagamaan berupa cerita‑cerita keagamaan dari kitab suci mereka. Pada waktu itu mereka hidup dalam keadaan tertindas. Banyak diantara mereka yang lari dan pindah ke jazirah Arab. Kejadian ini terjadi kurang lebih 70 M. Pada masa inilah diperkirakan terjadinya perkembangan besar-besaran kisah‑kisah israiliyat, kemudian mengalami kemajuan pada taraf tertentu. Dan disinilah terjadi proses percampuran antara tradisi bangsa Arab dengan khazanah tradisi Yahudi. Adanya kisah israiliyat merupakan konsekwensi dari proses akulturasi budaya dan ilmu pengetahuan antara bangsa Arab jahiliyah dan kaum Yahudi dan Nasrani.
Pendapat lain mengatakan bahwa timbulnya israiliyat adalah dengan :
  1. Karena semakin banyaknya orang‑orang Yahudi yang masuk Islam. Sebelumnya mereka adalah kaum yang berperadaban tinggi. Ketika mereka masuk Islam, mereka tidak melepaskan seluruh ajaran‑ajaran yang mereka anut terlebih dahulu, sehingga dalam pemahamannya sering kali tercampur antara ajaran yang mereka anut dahulu dengan ajaran Islam.
  2. Adanya keinginan dari kaum Muslimin pada waktu itu untuk mengetahui sepenuhnya tentang seluk-beluk bangsa Yahudi yang berpera-daban tinggi, dimana al-Qur’an hanya mengungkapnya secara sepintas.
  3.  Adanya ulama Yahudi yang masuk Islam, seperti Abdullah bin Salam, Ka’ab bin Akhbar, Wahab bin Munabbih. Mereka dipandang sebagai orang yang mempunyai andil dalam tersebarnya kisah israiliyat pada kalangan kaum Muslimin.
Kisah israiliyat semakin berkembang subur di kalangan Islam ketika masa tabi’in dan mencapai puncaknya pada masa tabi’it tabi’in. Pada masa tabi’in timbul kecintaan yang luar biasa pada kisah israiliyat. Mereka cenderung mengambil cerita tersebut secara ceroboh, sehingga setiap cerita yang ada hampir tidak ada yang ditolak. Mereka tidak mengembalikan cerita tersebut pada al-Qur’an, meskipun terkadang tidak dimengerti oleh akal.
 Macam‑macam Israiliyat
Israiliyat dibagi tiga berdasarkan tiga katagori. Menurut Shaleh Abdul Fattah al Khalidy yang berdasarkan pada kitab karangan Adz-Dzahabi dalam al Israiliyat fit Tafsir wal Hadits :
  1. Macam‑macam israiliyat berdasarkan katagori kebenaran dan tidaknya.
  2.  Macam‑macam israiliyat berdasarkan kategori kesesuaian atau ketidaksesuaian dengan agama Islam.
  3. Macam‑macam israiliyat berdasarkan katagori temanya.
Pertama: macam‑macam israiliyat berdasarkan kategori kebenaran dan tidaknya.
Menurut kebenaran dan tidaknya, israiliyat ter-bagi menjadi dua macam, yaitu benar dan palsu.
  • Benar, yaitu seperti cerita israiliyat yang datang membenarkan apa yang ada dalam al-Qur’an me-ngenal sifat‑sifat Nabi Muhammad SAW. Allah SWT berfirman: "Hai Nabi, sesungguhnva Kami mengutusmu untuk menjadi saksi dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, dan untuk menjadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk menjadi cahaya yang mene-rangi”. (QS. 33:  45‑46) Sifat‑sifat ini telah disebutkan dalam Taurat dan para penelaah Taurat telah menyatakan secara terus terang mengenal hal itu. Al Bukhari meriwayatkan dari Atha’ bin Yasar bahwa ia telah bertemu dengan Abdullah bin Amr, lalu ia berkata kepadanya, “beritahukan kepadaku tentang sifat Nabi SAW dalam Taurat. Abdullah berkata, “baik” demi Allah, beliau tersifat dalam Taurat seperti sifatnva dalam al-Qur’an, “wahai Nabi, sesungguhnya…, bukan sebagai orang yang berperangai kasar dan bukan berwatak keras. Allah SWT tidak akan mencabut nyawanya sehingga dengannya ia meluruskan agama yang bengkok dengan menga-takan, tiada ada Ilah kecuali Allah, dengannya ia membuka hati yang tertutup, telinga yang tuli dan mati (hati) yang buta.
    Atha’ berkata “saya telah bertemu Ka’ab, lalu saya menanyainya tentang hal itu, maka tidaklah ia (Ka’ab: sahabat mantan Yahudi) menyalahi satu huruf pun (dalam menyifati Nabi sebagaimana dalam Taurat dan dalam al-Qur’an.
  •   Palsu, seperti legenda gunung “Qof”  yang me-ngitari langit dan bumi, sebagaimana yang didak-wakan oleh para pembual.
 Kedua: macam‑macam israiliyat berdasarkan kategori kesesuaian atau ketidaksesuaian dengan agama Islam. Israiliyat jenis ini terbagi dalam tiga macam, yaitu:
  1. Israiliyat yang sesuai dengan ajaran agama. Contoh untuk hal ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Abu Sa’id al Khudri ra. Nabi bersabda, “bumi pada hari kiamat menjadi sepotong roti yang digenggam Allah Yang Maha Perkasa dengan tangan-Nya, sebagaimana salah seorang diantara, kamu menggenggam sepotong rotinya dalam safar (bepergian), sebagai persinggahan bagi penduduk surga”. Lalu datanglah seorang Yahudi seraya berkata, “semoga Allah memberkatimu, wahai Abu Qasim (kunya “sebutan” Nabi Muhammad). Maukah kamu saya beritahukan tentang persinggahan pen-duduk (ahli) surga?”, Nabi Muhammad SAW menjawab, “ya”, orang Yahudi itu berkata, “bumi menjadi sepotong roti sebagaimana yang dikatakan Nabi SAW”. Lalu Nabi SAW menoleh kepada para sahabat kemudian tertawa sampai telihat gigi gerahamnya.
  2.  Israiliyat yang berbeda dengan ajaran syariat Islam, contoh dalam hal ini adalah apa yang dinisbatkan orang‑orang Yahudi kepada Nabi Harun as. dalam kitab safrul khuruj bahwa dialah yang membuat anak sapi jantan untuk Bani Israil dan mengajak mereka untuk menyembahnya juga tentang apa yang mereka nisbatkan kepada Allah SWT dalam kitab safrut takwin bahwa ketika Allah SWT menciptakan langit dan bumi dalam enam hari, Ia merasa letih lalu beristirahat pada hari ke tujuh, yaitu hari Sabtu.
  3. Israiliyat yang didiamkan oleh syariat kita, yang tidak terdapat padanya suatu pernyataan yang mendukung maupun yang membantahnya, contoh dalam hal ini adalah apa yang dinyatakan dari cerita israiliyat seputar rincian kisah sapi betina Bani Israil yang bermula dari membunuhnya seorang lelaki demi pamannya, kemudian tuntutannya terhadap orang lain atas kematiannya, penyembelihan sapi betina, penghidupan kembali orang yang terbunuh itu dengan sapi betina yang disembelih, dan pemberitahuan dari orang yang hidup kembali itu tentang orang yang membunuhnya.
 Ketiga: pembagian israiliyat berdasarkan temanya. Menurut kategori topiknya israiliyat terbagi men-jadi tiga macam, yaitu sebagai berikut:
a.   Israiliyat yang berkaitan dengan akidah.
Contoh dalam hal ini adalah apa yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abdullah bin Mas’ud ra, ia mengatakan, telah datang seorang pendeta Yahudi kepada Rasulullah SAW, lalu berkata, ”hai Muhammad, sesungguhnya kami dapati bahwa Allah menjadikan langit berada pada satu Jari, bumi pada satu 3 jari, pepohonan pada satu jari, air dan tanah pada satu jari, dan seluruh makhluk pada satu jari, lalu la mengatakan, “Akulah sang Maharaja,” maka tertawalah Rasulullah SAW sampai terlihat gigi gerahamnya membenarkan perkataan pendeta tersebut, kemudian Rasulullah membaca firman Allah, "dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman Allah pada hari kiamat (dan langit digulung de-ngan tangan kanan-Nya. Mahasuci Tuhan (Yang Maha Tinggi). Dia dari apa yang mereka perseku-tukan. (Az- Zumar : 67)

b. Israiliyat yang berkaitan dengan hukum. Contoh, dalam hal ini adalah apa yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Abdullah bin Amr ra bahwa orang‑orang Yahudi datang kepada Rasulullah SAW dengan membawa seorang pria dan seorang wanita dari kalangan mereka yang keduanya telah berzina. Nabi SAW bertanya kepada mereka “ba-gaimanakah kalian memperlakukan seseorang diantara kalian yang telah berzina?”, mereka me-ngatakan, “kami mencoreng wajah keduanya dan memukul mereka. Lalu beliau bertanya lagi, “apakah kalian tidak menemukan dalam Taurat (hukum) rajam?, mereka menjawab, “kami tidak mendapatkan padanya sesuatu pun (dari hukum rajam)!”.
Maka berkatalah Abdullah bin Salam, “kalian telah berdusta!, bawakan Taurat, lalu bacalah Taurat itu jika kalian memang jujur!”.
Lalu seseorang diantara mereka meletakkan telapak tangannya pada catatan Tauratnya menutupi ayat rajam. Maka serta merta orang tersebut membaca ayat yang berada, di sebelum dan sesudah ayat yang terletak di bawah telapak tangannya itu, serta tidak membaca ayat rajam. Lalu (Abdullah bin Salam) mengangkat tangan orang tersebut dan menutup ayat rajam, seraya bertanya, “apa ini?”, maka ketika mereka melihat itu mereka mengatakan, “ia adalah ayat rajam”.
Nabi SAW lalu memerintahkan untuk merajam kedua orang yang berzina itu. Mereka kemudian dirajam di dekat tempat jenazah disemayamkan di sisi masjid.
Ibn Umar berkata, “saya melihat pria pezina itu mencondongkan tubuhnya ke arah wanita pezina itu untuk melindunginva dari batu-batu (yang di-lemparkan padanya)”.

c. Israiliyat yang berhubungan dengan nasihat, hikmah, kisah dan sejarah. Contoh dalam hal ini adalah apa yang diriwayatkan oleh riwayat israiliyat tentang detail cerita pembuatan kapal Nabi Nuh as, tentang kayunya, panjang, dan lebarnya, serta peristiwa-peristiwa yang terjadi padanya.
Setelah kita melihal macam‑macam israiliyat dengan ketiga katagori, maka kita dapat menyim-pulkan sebagai berikut :
  1. Sesungguhnya kita tidaklah memastikan kebenaran apapun darinya kecuali jika pernyataan yang menyetujuinya itu dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, dan kita memastikan kebenaran israiliyat itu karena tersebut pada sumber kita dan bukan karena semata‑mata ia sebagai israiliyat.
  2.  Riwayat israiliyat yang benar menurut sumber Islam, yang benar dan sesuai dengan syariat maka status hukumnya tidak menjadi israiliyat, melainkan ia mengambil karakter syariat dan ceritera hukum-hukum kita. Ia termasuk dokrin Islam, wawasan intelektual dan agama Islam.
  3.  Israiliyat yang menyalahi dan mengingkari syariat kita, maka kita tidak boleh meriwayatkannya kecuali hanya sekedar untuk memperingatkan darinya serta menjelaskan kebohongan dan kepalsuannya, mengingat sebagian orang-orang dahulu dari umat Islam meriwayatkannya dalam bentuk menerima dan menyetujuinya.
  4. Riwayat yang palsu dan lemah dari israiliyat tidak termasuk katagori ilmu pengetahuan, karena kisah yang diriwayatkannya tidak terjadi. Adapun menyebutkannya atau meriwayatkan dalam kisah orang‑orang dahulu dalam menaf-sirkan al-Qur’an dengan kebohongan dan kepalsuan.
  5.  Riwayat israiliyat yang didiamkan yang substansinya tidak bertentangan dan tidak berkaitan dengan akidah maupun hukum Islam, yaitu israiliyat yang telah dibolehkan oleh ulama yang membolehkan untuk meriwayatkannya dalam bentuk persaksian dan peringatan maka kita tidak boleh menyebutkan dan meriwayatkannya kecuali dalam rangka memperingatkan darinya untuk mengikuti pendapat ulama peneliti karena hal itu bertentangan dengan konsep al-Qur’an dalam riset, ilmu pengetahuan dan pengkajian yang telah kita paparkan sebelumnya.
 Pendapat Ulama Tentang Israiliyat
Menurut Ibn Taimiyah dalam kitabnya Muqaddiniah fi Ushulut Tafsir, israiliyat itu terdiri dari tiga macam. Pertama, cerita israiliyat yang shahih, itu boleh diterima; Kedua, israiliyat yang dusta yang kita ketahui kedustaannya karena bertentangan dengan syariat, itu harus ditolak; Ketiga, israiliyat yang tidak diketahui kebenaran dan kepalsuannya, itu didiamkan; tidak didustakan dan tidak juga dibenarkan. Jangan mengimaninya dan jangan pula membohongkannya.
Al-Biqa’i dalam al aqwal at qawimah fil hukmi ‘anin naqli menyatakan, bahwa hukum menukil riwayat dari Bani Israil yang tidak dibenarkan dan tidak didustakan oleh kitab kita adalah boleh, demikian pula dari pemeluk agama lain, karena tujuannya hanyalah ingin mengetahui semata, bukan untuk dijadikan pegangan.
Pendapat jumhur ulama tentang israiliyat; Pertama, mereka dapat menerima israiliyat selama tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan hadist; Kedua, mereka tidak menerima selagi kisah israiliyat tersebut bertentangan dengan al-Qur’an dan hadist; Ketiga, Tawaaqquf atau mendiamkan. Mereka tidak menolak dan tidak membenarkannya, berdasarkan yang diriwayatkan oleb Abu Hurairah tersebut.
 Dampak Israiliyat Terhadap Kesucian Ajaran Islam
Menurut Adz Dzahabi, jika israiliyat itu masuk dalam khazanah tafsir Qur’an, ia dapat menimbulkan dampak negatif sebagai berikut; Pertama, israiliyat akan merusak akidah kaum Muslimin karena antara lain mengandung unsur penyerupaan pada Allah, peniadaan sunnah para Nabi dan Rasul dari dosa, karena mengandung tuduhan perbuatan buruk yang tidak pantas bagi orang adil, apalagi sebagai Nabi. Kedua, merusak citra agama Islam karena ia mengandung gambaran seolah‑olah Islam agama penuh dengan khurafat dan kebohongan yang tidak ada sumbernya. Ketiga, ia menghilangkan kepercayaan pada ulama salaf, baik dari kalangan sahabat maupun tabi’in. Keempat, ia dapat memalingkan manusia dari maksud dan tujuan yang terkadung dalam ayat‑ayat al-Qur’an.

Wallahu 'alam bishawab


Tidak ada komentar:

Posting Komentar