Sabtu, 04 Agustus 2012

I'jaz dalam Al-Qur'an


A. Pengertian I’jaz Al‑Qur’an
Menurut bahasa, kata mu’jizat berasal dari kata ‘ajaz (lemah), yang dapat diartikan sebagai kemu’jizatan, hal yang melemahkan, yang menjadikan sesuatu atau pihak lain tak berdaya. Pada dasarnya al‑Mu’jiz (yang melemahkan) itu adalah Allah SWT; yang menyebabkan selainnya lemah sebagai bentuk mubalaghah (penegasan) kebenaran berita mengenai betapa lemahnya orang-orang yang didatangi Rasul untuk menentang mu’jiz tersebut. Huruf ta’ marbuthah ditambahkan pada kata mu’jiz sehingga menjadi menjadi mu’jizat.
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas apa yang dimaksud mu’jizat, berikut ini ada beberapa definisinya :
1.  Peristiwa yang tidak dapat dijelaskan oleh hukum alam, dianggap gaib dan merupakan tindakan Tuhan.
2.   Seseorang, sesuatu atau kejadian yang menimbulkan perasaan kagum.
3. Suatu tindakan atau perbuatan di luar kekuasaan manusia, sesuatu yang dianggap mustahil bisa terjadi.
Pendapat lain yang senada dengan pendapat di atas ialah: sesuatu dinamakan mu’jizat (melemahkan) karena manusia lemah untuk mendatangkan yang sama dengannya atau saingannya, sebab mu’jizat datang berupa hal-hal yang bertentangan dengan adat, keluar dari batas‑batas faktor yang telah diketahui dan dipahami oleh manusia. Hal‑hal luar biasa itu hanya bisa ditunjukkan oleh Allah SWT.
Ijaz al‑Qur’an ialah kekuatan, keunggulan dan keistimewaan yang dimiliki al-Qur’an yang menetapkan kelemahan manusia, untuk bisa mendatangkan sesuatu yang serupa atau menyamainya; memberi pengertian kepada manusia tentang kelemahan mereka untuk mendatangkan sesuatu yang sejenis dengan al-Qur’an, menjelaskan bahwa al-Qur’an haq, dan Rasul yang membawanya adalah Rasul yang benar.

B. Bentuk‑bentuk Kemu’jizatan Al‑Qur‘an
Al‑Qur’an merupakan mu’jizat terbesar yang diberikan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW, ini dapat disaksikan oleh seluruh umat manusia sepanjang masa dan memang beliau diutus oleh Allah SWT untuk keselamatan seluruh manusia. Untuk membuktikan bahwa al‑Qur’an itu benar-benar berasal dari Tuhan. Dua argumen diajukan oleh Tuhan yang Maha Kuasa sendiri sebagai berikut :
Pertama, bahwa Kami (Allah SWT) telah mewahyukan kepadamu (Muhammad) “al-Qur’an untukmu”, seorang Nabi ummi yang tidak bisa membaca dan menulis. Selain itu Allah SWT sendiri memberikan kesaksian atas kejujuran Muhammad dengan menyatakan bahwa dia tidak pernah dapat menyusun isi kitab suci al‑Qur’an dan dia tidak dapat menjadi pengarangnya (QS. al‑Ankabut: 48).
Kedua, al-Qur’an sendiri membawa bukti yang menunjukkan bahwa ia betul-betul berasal dari Tuhan (QS. An-Nisa:82).
Adapun bentuk-bentuk kemu’jizatan al-Qur’an, Quraish Shyihab berpendapat bahwa, pada garis besarnya mu’jizat al-Qur’an itu tampak dalam tiga hal pokok. Pertama, susunan redaksinya yang mencapai puncak tertinggi dari sastra bahasa Arab. Kedua, kandungan ilmu pengetahuan dari berbagai disiplin yang diisyaratkannya. Ketiga, ramalan-ramalan yang diungkapkan, yang sebagian sudah terbukti kebenarannya.   
Al-Qur’an memiliki ushlub yang berbeda dengan ushlub yang ada dalam tata bahasa orang Arab. Orang-orang Arab sangat congkak atas penguasaan Arab dan yang pertama kali memiliki rasa permusuhan terhadap Nabi Muhammad SAW serta ajarannya. Kesempurnaan kefasihan al-Qur’an tidak memungkinkan bagi mereka untuk menemukan kelemahan sedikitpun di dalamnya. Sebaliknya, mereka terpaksa mengakui bahasa al-Qur’an tidak bisa dibandingkan dengan puisi para penyair atau bahasa jago-jago podium. Mereka tidak pernah bisa menjawab tantangan sederhana dari al-Qur’an untuk membuat sebuah surat yang kualitasnya seperti surat al-Qur’an yang terpendek sekali pun. Mereka berulang kali mendengar tantangan melalui Nabi-Nya, sebagaimana Allah SWT berfirman dalam QS. Yunus: 38, QS. al-Ba-qarah: 23-24 dan QS. al-Isra’: 88.
Walid bin Mughirah, kemenakan Abu Jahal, meneteskan air mata ketika mendengarkan bacaan al-Qur’an. Abu Jahal mendatangi dan menegurnya. Dia menjawab “saya bersumpah pada Tuhan, tidak seorang pun dari anda mengetahui dan mengenal puisi yang saya dengar ini, dan saya menyatakan bahwa kata-kata yang diucapkan Muhammad ini bukan puisi”.
  Juga diriwayatkan bahwa Utbah mendatangi Rasululllah SAW dan berdiskusi dengannya tentang penentangan orang-orang Quraisy terhadap al-Qur’an. Nabi membaca ayat-ayat pertama surat Fushilat. Beliau hanya membaca 13 ayat ketika Utbah memahami, meminta Nabi berhenti membaca dan dia menutupi wajahnya dengan kedua tangannya.
Riwayat lain menceritakan, ketika Nabi membaca ayat‑ayat al‑Qur’an, Utbah merasa gelisah, tidak bisa duduk tenang dan menyandarkan punggungnya pada kedua tangannya sampai Nabi membaca sebuah ayat sajdah, kemudian beliau bersujud kepada Allah. Utbah segera pulang dalam keadaan emosi, menyembunyikan diri dari pandangan orang sampai beberapa orang Quraisy mendatanginya. Utbah berkata kepada mereka, “demi Tuhan! Muhammad membaca ayat‑ayat yang sebelumnya tidak pernah aku dengar sepanjang hidupku. Aku betul‑betul kehilangan diri dan tidak bisa menjawab apa‑apa padanya”.
Abu Dzar berkata, berkata belum pernah ada penyair yang lebih besar dari saudaranya, Anis yang telah mengalahkan dua belas penyair dalam sebuah kontes sebelum masa Islam. Suatu saat, ketika dia kembali dari Makkah, mereka bertanya kepadanya pendapat orang‑orang Makkah mengenai Nabi Muhammad SAW. Dia menjawab, mereka menuduh Nabi sebagai penyair, tukang tenung dan penyihir. Kemudian mengatakan bahwa dia sangat mengenal ucapan para penenung dan penyihir, dan melihat ucapan Nabi itu tidak bisa sama sekali di-bandingkan dengan mereka. Muhammad bukanlah penyair, penenung dan penyihir seperti yang ditu-duhkan oleh para pendusta, kata‑katanya adalah kebenaran.
Kemu’jizatan ilmiah al‑Qur’an bukanlah terletak pada cakupannya pada teori-teori ilmiah yang selalu baru dan berubah sebagai hasil usaha manusia melalui pengamatan dan penelitian, tetapi terletak pada semangatnya memberi dorongan pada manusia untuk berpikir menggunakan otaknya. Semua persoalan atau kaidah ilmu pengetahuan yang telah mantap dan meyakinkan, merupakan manifestasi dari kegiatan berfikir yang dianjurkan al-Qur’an. Al‑Qur’an telah membangkitkan pada diri setiap manusia kesadaran ilmiah untuk memikirkan, memahami dan menggunakan akal sesuai dengan firman Allah SWT:

كَذَلِكَ نُفَصِلُ الأَيَات لِقَوْمِ يَعْلَمُوْنَ

Al‑Qur’an memberikan banyak prediksi (ramalan) yang berhubungan dengan peristiwa akan datang. Semua prediksi al-Qur’an betul‑betul terjadi, sebagaimana al‑Qur’an memprediksi pada QS. al-Fath 27, yang diturunkan sebelum perjanjian Hudaibiyah tahun enam sebelum hijrah. Pada ayat ini umat Islam mendapat janji dari Allah SWT bahwa mereka segera memasuki Masjid al-Haram di Makkah dengan kemenangan beberapa orang Islam menggundul kepalanya dan banyak pula yang mencukur pendek rambutnya, dan banyak ayat lain yang merupakan prediksi-prediksi yang dapat dibuktikan kemudian.
C. Kesimpulan
Dengan kita mengetahui i’jaz al‑Quran sebagaimana diterangkan di atas, dapat kiranya disim-pulkan al‑Qur’an membawa ajaran yang penting bagi manusia sepanjang zaman di segala segi. Semakin manusia mau mempelajari dan memusatkan perhatiannya pada al‑Qur’an akan menemukan rahasia kemu’jizatan dari segala aspek kehidupan dan menghantarkan kehidupan manusia kebahagiaan hidup di dunia maupun di akhirat.
 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar