A.
Pengertian I’jaz Al‑Qur’an
Menurut bahasa, kata
mu’jizat berasal dari kata ‘ajaz
(lemah), yang dapat diartikan sebagai kemu’jizatan, hal yang melemahkan, yang
menjadikan sesuatu atau pihak lain tak berdaya. Pada dasarnya al‑Mu’jiz (yang
melemahkan) itu adalah Allah SWT; yang menyebabkan selainnya lemah sebagai
bentuk mubalaghah (penegasan) kebenaran
berita mengenai betapa lemahnya orang-orang yang didatangi Rasul untuk
menentang mu’jiz tersebut. Huruf ta’ marbuthah
ditambahkan pada kata mu’jiz sehingga menjadi menjadi mu’jizat.
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas apa yang
dimaksud mu’jizat, berikut ini ada beberapa definisinya :
1. Peristiwa
yang tidak dapat dijelaskan oleh hukum alam, dianggap gaib dan merupakan tindakan
Tuhan.
2. Seseorang,
sesuatu atau kejadian yang menimbulkan perasaan kagum.
3. Suatu tindakan atau perbuatan di luar kekuasaan
manusia, sesuatu yang dianggap mustahil bisa terjadi.
Pendapat lain yang senada dengan pendapat di atas
ialah: sesuatu dinamakan mu’jizat (melemahkan) karena manusia lemah untuk
mendatangkan yang sama dengannya atau saingannya, sebab mu’jizat datang berupa
hal-hal yang bertentangan dengan adat, keluar dari batas‑batas faktor yang
telah diketahui dan dipahami oleh manusia. Hal‑hal luar biasa itu hanya bisa
ditunjukkan oleh Allah SWT.
Ijaz al‑Qur’an ialah kekuatan, keunggulan dan
keistimewaan yang dimiliki al-Qur’an yang menetapkan kelemahan manusia, untuk
bisa mendatangkan sesuatu yang serupa atau menyamainya; memberi pengertian
kepada manusia tentang kelemahan mereka untuk mendatangkan sesuatu yang sejenis
dengan al-Qur’an, menjelaskan bahwa al-Qur’an haq, dan Rasul yang membawanya
adalah Rasul yang benar.
B. Bentuk‑bentuk
Kemu’jizatan Al‑Qur‘an
Al‑Qur’an merupakan mu’jizat terbesar yang diberikan
Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW, ini dapat disaksikan oleh seluruh umat manusia
sepanjang masa dan memang beliau diutus oleh Allah SWT untuk keselamatan
seluruh manusia. Untuk membuktikan bahwa al‑Qur’an itu benar-benar berasal
dari Tuhan. Dua argumen diajukan oleh Tuhan yang Maha Kuasa sendiri sebagai
berikut :
Pertama,
bahwa Kami (Allah SWT) telah mewahyukan kepadamu (Muhammad) “al-Qur’an untukmu”, seorang Nabi ummi
yang tidak bisa membaca dan menulis. Selain itu Allah SWT sendiri memberikan
kesaksian atas kejujuran Muhammad dengan menyatakan bahwa dia tidak pernah
dapat menyusun isi kitab suci al‑Qur’an dan dia tidak dapat menjadi
pengarangnya (QS. al‑Ankabut: 48).
Kedua, al-Qur’an sendiri membawa bukti yang menunjukkan
bahwa ia betul-betul berasal dari Tuhan (QS. An-Nisa:82).
Adapun bentuk-bentuk kemu’jizatan al-Qur’an, Quraish
Shyihab berpendapat bahwa, pada garis besarnya mu’jizat al-Qur’an itu tampak
dalam tiga hal pokok. Pertama,
susunan redaksinya yang mencapai puncak tertinggi dari sastra bahasa Arab. Kedua, kandungan ilmu pengetahuan dari
berbagai disiplin yang diisyaratkannya. Ketiga,
ramalan-ramalan yang diungkapkan, yang sebagian sudah terbukti kebenarannya.
Al-Qur’an memiliki ushlub
yang berbeda dengan ushlub yang ada
dalam tata bahasa orang Arab. Orang-orang Arab sangat congkak atas penguasaan
Arab dan yang pertama kali memiliki rasa permusuhan terhadap Nabi Muhammad SAW
serta ajarannya. Kesempurnaan kefasihan al-Qur’an tidak memungkinkan bagi
mereka untuk menemukan kelemahan sedikitpun di dalamnya. Sebaliknya, mereka
terpaksa mengakui bahasa al-Qur’an tidak bisa dibandingkan dengan puisi para
penyair atau bahasa jago-jago podium. Mereka tidak pernah bisa menjawab
tantangan sederhana dari al-Qur’an untuk membuat sebuah surat
yang kualitasnya seperti surat
al-Qur’an yang terpendek sekali pun. Mereka berulang kali mendengar tantangan
melalui Nabi-Nya, sebagaimana Allah SWT berfirman dalam QS. Yunus: 38, QS.
al-Ba-qarah: 23-24 dan QS. al-Isra’: 88.
Walid bin Mughirah, kemenakan Abu Jahal, meneteskan
air mata ketika mendengarkan bacaan al-Qur’an. Abu Jahal mendatangi dan menegurnya.
Dia menjawab “saya bersumpah pada Tuhan,
tidak seorang pun dari anda mengetahui dan mengenal puisi yang saya dengar
ini, dan saya menyatakan bahwa kata-kata yang diucapkan Muhammad ini bukan
puisi”.
Juga diriwayatkan bahwa Utbah mendatangi
Rasululllah SAW dan berdiskusi dengannya tentang penentangan orang-orang
Quraisy terhadap al-Qur’an. Nabi membaca ayat-ayat pertama surat Fushilat. Beliau hanya membaca 13 ayat
ketika Utbah memahami, meminta Nabi berhenti membaca dan dia menutupi wajahnya dengan kedua tangannya.
Riwayat lain menceritakan, ketika Nabi membaca ayat‑ayat
al‑Qur’an, Utbah merasa gelisah, tidak bisa duduk tenang dan menyandarkan punggungnya
pada kedua tangannya sampai Nabi membaca sebuah ayat sajdah, kemudian beliau bersujud kepada Allah. Utbah segera pulang
dalam keadaan emosi, menyembunyikan diri dari pandangan orang sampai beberapa
orang Quraisy mendatanginya. Utbah berkata kepada mereka, “demi Tuhan! Muhammad membaca ayat‑ayat yang sebelumnya tidak pernah
aku dengar sepanjang hidupku. Aku betul‑betul kehilangan diri dan tidak bisa
menjawab apa‑apa padanya”.
Abu Dzar berkata, berkata belum pernah ada penyair
yang lebih besar dari saudaranya, Anis yang telah mengalahkan dua belas penyair
dalam sebuah kontes sebelum masa Islam. Suatu saat, ketika dia kembali dari
Makkah, mereka bertanya kepadanya pendapat orang‑orang Makkah mengenai Nabi
Muhammad SAW. Dia menjawab, mereka menuduh Nabi sebagai penyair, tukang tenung
dan penyihir. Kemudian mengatakan bahwa dia sangat mengenal ucapan para
penenung dan penyihir, dan melihat ucapan Nabi itu tidak bisa sama sekali di-bandingkan
dengan mereka. Muhammad bukanlah penyair, penenung dan penyihir seperti yang
ditu-duhkan oleh para pendusta, kata‑katanya adalah kebenaran.
Kemu’jizatan ilmiah al‑Qur’an bukanlah terletak pada
cakupannya pada teori-teori ilmiah yang selalu baru dan berubah sebagai hasil
usaha manusia melalui pengamatan dan penelitian, tetapi terletak pada semangatnya
memberi dorongan pada manusia untuk berpikir menggunakan otaknya. Semua persoalan
atau kaidah ilmu pengetahuan yang telah mantap dan meyakinkan, merupakan manifestasi
dari kegiatan berfikir yang dianjurkan al-Qur’an. Al‑Qur’an telah membangkitkan
pada diri setiap manusia kesadaran ilmiah untuk memikirkan, memahami dan
menggunakan akal sesuai dengan firman Allah SWT:
كَذَلِكَ نُفَصِلُ الأَيَات لِقَوْمِ
يَعْلَمُوْنَ
C.
Kesimpulan
Dengan kita mengetahui i’jaz al‑Quran sebagaimana
diterangkan di atas, dapat kiranya disim-pulkan al‑Qur’an membawa ajaran yang
penting bagi manusia sepanjang zaman di segala segi. Semakin manusia mau
mempelajari dan memusatkan perhatiannya pada al‑Qur’an akan menemukan rahasia
kemu’jizatan dari segala aspek kehidupan dan menghantarkan kehidupan manusia
kebahagiaan hidup di dunia maupun di akhirat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar