A.
Pengertian Fawatih Al‑Suwar
Dari segi bahasa, fawatih al‑suwar berarti pembukaan‑pembukaan
surat, karena posisinya yang mengawali teks‑teks
pada suatu surat.
Apabila dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah, huruf tersebut dinamakan dengan ahruf muqatta’ah (huruf-huruf yang
terpisah), karena posisi dari huruf tersebut yang cenderung “menyendiri” dan tidak
bergabung membentuk suatu kalimat secara kebahasaan. Dan cara pembacaannya pun, tidak berbeda
dari lafadz yang diucapkan pada huruf hijaiyah.
Ibnu Abi al‑Asba’ menulis sebuah kitab yang berjudul: al‑Khaqathir al‑Sawanih fi Asrar al-Fawatih.
la mencoba menjelaskan tentang beberapa katagori dari pembukaan-pembukaan surat yang ada di dalam al‑Qur’an,
sebagai berikut:
Pertama, pujian terhadap Allah SWT, yang dinisbatkan pada sifat‑sifat
kesempurnaan Tuhan;
Kedua, dengan menggunakan huruf‑huruf hijaiyah, terdapat pada
29 surat;
Ketiga, dengan menggunakan kata seru (ahruf
al-nida’), terdapat dalam 10 surat dengan
rincian lima seruan ditujukan kepada Rasul
secara khusus, dan lima
seruan lainnya ditujukan kepada umat;
Keempat, kalimat berita (jumlah al‑khabariyah), terdapat dalam 23 surat; dan
Kelima, dalam bentuk sumpah (al‑Aqsam), terda-pat dalam
15 surat.
B. Pendapat
Ulama tentang Fawatih Al‑Suwar
Diantara sekian banyak pendapat para ulama mengenai
hal ini, tidaklah mereka berbeda dalam
esensi (pokok) pembahasan, melainkan pada sudut pandang saja. Ibnu Abi al‑Asba’
mengatakan, fungsi fawatih al‑suwar,
sebagaimana dikutip Ahmad bin Musthafa untuk menyempurnakan dan memperindah
bentuk‑bentuk penyampaian. Selain itu, ia dipandang merangkum segala materi
yang akan disampaikan lewat kata-kata awal. Dalam hal ini surat
al‑Fatihah dapat digunakan sebagai ilustrasi dari suatu pembuka yang merangkum
keseluruhan pesan ayat dan surat
yang terdapat di dalam al-Qur’an.
Hal‑hal yang banyak dipertentangkan di kalangan ulama
adalah pembuka‑pembuka surat yang berbentuk huruf, sehingga tidak heran apabila
huruf-huruf tersebut sering dikategorikan ke dalam ayat-ayat mutasyabihat, yang tak seorang pun “mengetahui”
artinya kecuali Allah SWT, atau bahkan disebut sebagai salah satu bentuk
“rahasia Tuhan” yang terdapat dalam al-Qur’an.
Menurut al‑Hubbi, awal surat yang berupa huruf merupakan bentuk
peringatan kepada Nabi. Allah SWT mengetahui saat-saat Nabi sebagai seorang
manusia kadang sibuk. Maka dari itu Jibril menyampaikan firman Allah SWT
seperti alif-lam-mim, alif‑lam‑raa’
supaya Nabi menerima dan memperhatikannya. Sedang Sayid Rashid Ridla dalam
tafsirnya “al‑Manar” menyatakan
bahwa huruf-huruf tersebut sebagai sebuah peringatan yang diutamakan pada ruh dan
watak Nabi yang mulia. Dalam hal ini tidak mengkhususkan kepada siapa tanbih (peringatan) itu ditujukan.
Sedang ulama lain memberikan keterangan bahwa tanbih itu ditujukan kepada kaum musyrikin di Makkah dan ahli kitab
di Madinah.
Asy‑Syafi’i berpendapat bahwa huruf-huruf awal awal surat merupakan rahasia
al-Qur’an. Abu Bakar as‑Shiddiq berkata, tiap-tiap kitab mempunyai rahasia dan
rahasia al‑Qur’an adalah awal surahnya. Sedangkan Ibnu Mas’ud menyatakan:
“tiap-tiap huruf awal surah merupakan ilmu yang disembunyikan dan rahasianya
tertutup oleh kekuasaan Allah SWT, sehingga banyak para mufassir yang hanya
memperkirakan maknanya. Hal itu disebabkan keterbatasan pemahaman dan latar belakang
pengetahuan mereka, sehinga untuk makna yang hakiki ayat tersebut dikembalikan
kepada Allah SWT.
Bagi kaum Sufi tidak ada keraguan untuk menafsirkan
ayat‑ayat mutasyabihat dengan cara penafsiran
bathiniah, seperti dikemukakan Muhyidin ibn Arabi dalam kitabnya “Futuhah al‑Makiyyah”, mengatakan
“permulaan surah yang majhul tidak
dapat diletakkan makna yang sesungguhnya kecuali oleh seorang yang mampu
berimajinasi kreatif (menggambarkan) dengan akalnya”.
Adapula ulama yang
tidak terlalu menganggap serius huruf‑huruf pembuka itu, misalnya al‑Qurthubi.
la mengatakan “aku tidak melihat kehadiran huruf al-Muqatta’ah kecuali terdapat pada awal surah. Dan aku sendiri
tidak menangkap maksud-maksud tertentu yang dikehendaki oleh Allah SWT”.
Namun hal ini ditentang oleh Ibnu Qatadah dengan pernyataannya “tidak mungkin
Allah SWT menurunkan sesuatu yang ada di dalam al-Qur’an kecuali akan
memberikan manfaat dan kemaslahatan bagi hamba‑Nya, dan tentu ada sesuatu
yang bisa menunjukkan kepada maksud yang dikehendaki-Nya”.
Sebagian ulama mengatakan bahwa “huruf‑hu-ruf muqatta’ah tersebut diambil dari sifat‑sifat
Allah, yang dengannya terkumpulkan banyak sifat. Hal ini merupakan salah satu
bentuk seni dari “seni meringkas” yang seringkali dilakukan oleh orang-orang Arab
di saat mereka bermain syair”.13 Misal-nya terdapat penafsiran
sebagai berikut, alif‑lam-mim,
artinya “Aku Allah, Aku Mengetahui”. Alif-lam-mim-raa’,
arti-nya “Aku Allah, Aku Mengeta-hui dan Me-lihat”. Alif‑lam‑mim‑shad, artinya “A-ku Allah, Aku Mengetahui dan
Memberikan rinci-an”.14
Ada juga yang menafsirkan huruf‑huruf muqatta’ah
dengan menisbatkan pada nama‑nama sahabat pada surat‑surat al-Qur’an tertentu.
Misalnya “sin” dinisbatkan pada sahabat Sa’ad bin Abi Waqash, “mim” pada
sahabat al-Mughirah, “nun” pada Usman bin Affan, “ha” pada sahabat Abu Hurairah.
Surat‑surat yang diawali dengan huruf hijaiyah seringkah berbicara tentang al Kitab,
al-Tanzil dan atau al‑Qur’an, seperti firman Allah SWT berikut:
الم ذلك
الكتب لاريب فيه ....... (البقرة : ٢-١)
الم. اللٌه لاالَه الاٌَ هو الحي القَيوم نزل عليك
الكتب بالحق.......... (ال عمران : ٢-١)
المص، كتاب انزل اليك ......... (الآعرف : ٢-١)
يس، والقرأنِ الكريم ......... ( يس : ٢-١)
ص، والقرأن الذكرى ........
ق، والقرأن المجيد ....... ( ق : ٢-١)
الم، تنزيل الكتاب .......... ( السجدة : ١-٢)
حم، تنزيل الكتاب .......... المؤ من : ١-٢
Kecuali tiga surat,
yakni Maryam, al‑Ankabut dan al-Rum. Imam Fakhurrazi, seperti dikutip oleh Aisyah
bintu al‑Syathi, lebih memperhatikan kepada hikmah pembukaan
surah yang diikuti kata al-Kitab, al‑Tanzil atau al‑Qur’an. la menyatakan
“hikmah dari itu semua, bahwa al‑Qur’an yang agung itu diturunkan secara berat
(tsaqil), dan setiap surah yang
awalnya menerangkan tentang al-Qur’an,
al‑Kitab dan al‑Tanzil, dan diawali oleh sesuatu imbuhan, maka menjadi
kewajiban bagi yang diajak bicara untuk mendengarkan ayat selanjutnya. Akan tetapi
tsaqilnya al‑Qur’an bukanlah ditunjukkan
dan dikhususkan oleh pembukaan surah melalui huruf‑huruf itu, karena ada pula ayat-ayat yang
berbicara tentang al-Qur’an, al‑Tanzil dan menyebutkan al‑Kitab pada ayat‑ayat
awalnya, tidak dibuka oleh huruf‑huruf itu, seperti surah al-Kahfi, al‑Furqan,
al‑Qadr, al‑Zumar.
C. Kesimpulan
Demikianlah keistimewaan al‑Qur’an dari segi makna dan
kebahasaan. fawatih al-suwar merupakan
salah satu realitas keistimewaan misterius yang terdapat di dalam al‑Qur’an.
Pemaparan tentang fawatih al‑suwar,
khususnya menyangkut al‑ahruf
al-Muqatta’ah tidak banyak, bahkan hampir tidak ada yang berhasil
mengungkap latar belakang ataupun keterangan yang secara historis bisa membuktikan
hubungan-hubungan fawatih al-suwar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar