Sabtu, 04 Agustus 2012

Fawatih As Suwar Al Qur’an


A. Pengertian Fawatih Al‑Suwar
Dari segi bahasa, fawatih al‑suwar berarti pembukaan‑pembukaan surat, karena posisinya yang mengawali teks‑teks pada suatu surat. Apabila dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah, huruf tersebut dinamakan dengan ahruf muqatta’ah (huruf-huruf yang terpisah), karena posisi dari huruf tersebut yang cenderung “menyendiri” dan tidak bergabung membentuk suatu kalimat secara kebahasaan. Dan cara pembacaannya pun, tidak berbeda dari lafadz yang diucapkan pada huruf hijaiyah.
Ibnu Abi al‑Asba’ menulis sebuah kitab yang berjudul: al‑Khaqathir al‑Sawanih fi Asrar al-Fawatih. la mencoba menjelaskan tentang beberapa katagori dari pembukaan-pembukaan surat yang ada di dalam al‑Qur’an, sebagai berikut:
Pertama, pujian terhadap Allah SWT, yang dinisbatkan pada sifat‑sifat kesempurnaan Tuhan;
Kedua, dengan menggunakan huruf‑huruf hijaiyah, terdapat pada 29 surat;
Ketiga, dengan menggunakan kata seru (ahruf al-nida’), terdapat dalam 10 surat dengan rincian lima seruan ditujukan kepada Rasul secara khusus, dan lima seruan lainnya ditujukan kepada umat;
Keempat, kalimat berita (jumlah al‑khabariyah), terdapat dalam 23 surat; dan
Kelima, dalam bentuk sumpah (al‑Aqsam), terda-pat dalam 15 surat.
B. Pendapat Ulama tentang Fawatih Al‑Suwar
Diantara sekian banyak pendapat para ulama mengenai hal ini, tidaklah  mereka berbeda dalam esensi (pokok) pembahasan, melainkan pada sudut pandang saja. Ibnu Abi al‑Asba’ mengatakan, fungsi fawatih al‑suwar, sebagaimana dikutip Ahmad bin Musthafa untuk menyempurnakan dan memperindah bentuk‑bentuk penyampaian. Selain itu, ia dipandang merangkum segala materi yang akan disampaikan lewat kata-kata awal. Dalam hal ini surat al‑Fatihah dapat digunakan sebagai ilustrasi dari suatu pembuka yang merangkum keseluruhan pesan ayat dan surat yang terdapat di dalam al-­Qur’an.
Hal‑hal yang banyak dipertentangkan di kalangan ulama adalah pembuka‑pembuka surat yang berbentuk huruf, sehingga tidak heran apabila huruf-huruf tersebut sering dikategorikan ke dalam ayat-ayat mutasyabihat, yang tak seorang pun “mengetahui” artinya kecuali Allah SWT, atau bahkan disebut sebagai salah satu bentuk “rahasia Tuhan” yang terdapat dalam al-Qur’an.
Menurut al‑Hubbi, awal surat yang berupa huruf merupakan bentuk peringatan kepada Nabi. Allah SWT mengetahui saat-saat Nabi sebagai seorang manusia kadang sibuk. Maka dari itu Jibril menyampaikan firman Allah SWT seperti alif-lam-mim, alif‑lam‑raa’ supaya Nabi menerima dan memperhatikannya. Sedang Sayid Rashid Ridla dalam tafsirnya “al‑Manar” menyatakan bahwa huruf-­huruf tersebut sebagai sebuah peringatan yang diutamakan pada ruh dan watak Nabi yang mulia. Dalam hal ini tidak mengkhususkan kepada siapa tanbih (peringatan) itu ditujukan. Sedang ulama lain memberikan keterangan bahwa tanbih itu ditujukan kepada kaum musyrikin di Makkah dan ahli kitab di Madinah.
Asy‑Syafi’i berpendapat bahwa huruf-huruf awal awal surat merupakan rahasia al-Qur’an. Abu Bakar as‑Shiddiq berkata, tiap-tiap kitab mempunyai rahasia dan rahasia al‑Qur’an adalah awal surahnya. Sedangkan Ibnu Mas’ud menyatakan: “tiap-tiap huruf awal surah merupakan ilmu yang disembunyikan dan rahasianya tertutup oleh kekuasaan Allah SWT, sehingga banyak para mufassir yang hanya memperkirakan maknanya. Hal itu disebabkan keterbatasan pemahaman dan latar belakang pengetahuan mereka, sehinga untuk makna yang hakiki ayat tersebut dikembalikan kepada Allah SWT.
 Bagi kaum Sufi tidak ada keraguan untuk menafsirkan ayat‑ayat mutasyabihat dengan cara penafsiran bathiniah, seperti dikemukakan Muhyidin ibn Arabi dalam kitabnya “Futuhah al‑Makiyyah”, mengatakan “permulaan surah yang majhul tidak dapat diletakkan makna yang sesungguhnya kecuali oleh seorang yang mampu berimajinasi kreatif (menggambarkan) dengan akalnya”.
Adapula ulama yang tidak terlalu menganggap serius huruf‑huruf pembuka itu, misalnya al‑Qurthubi. la mengatakan “aku tidak melihat kehadiran huruf al­-Muqatta’ah kecuali terdapat pada awal surah. Dan aku sendiri tidak menangkap maksud-maksud tertentu yang dikehendaki oleh Allah SWT”. Namun hal ini ditentang oleh Ibnu Qatadah dengan pernyataannya “tidak mungkin Allah SWT menurunkan sesuatu yang ada di dalam al-Qur’an kecuali akan memberikan manfaat dan kemaslahatan bagi hamba‑Nya, dan tentu ada sesuatu yang bisa menunjukkan kepada maksud yang dikehendaki-Nya”.
Sebagian ulama mengatakan bahwa “huruf‑hu-ruf muqatta’ah tersebut diambil dari sifat‑sifat Allah, yang dengannya terkumpulkan banyak sifat. Hal ini merupakan salah satu bentuk seni dari “seni meringkas” yang seringkali dilakukan oleh orang-orang Arab di saat mereka bermain syair”.13 Misal-nya terdapat penafsiran sebagai berikut, alif‑lam-mim, artinya “Aku Allah, Aku Mengetahui”. Alif-lam-mim-raa’, arti-nya “Aku Allah, Aku Mengeta-hui dan Me-lihat”. Alif‑lam‑mim‑shad, artinya “A-ku Allah, Aku Mengetahui dan Memberikan rinci-an”.14
Ada juga yang menafsirkan huruf‑huruf muqatta’ah dengan menisbatkan pada nama‑nama sahabat pada surat‑surat al-Qur’an tertentu. Misalnya “sin” dinisbatkan pada sahabat Sa’ad bin Abi Waqash, “mim” pada sahabat al­-Mughirah, “nun” pada Usman bin Affan, “ha” pada sahabat Abu Hurairah. Surat‑surat yang diawali dengan huruf hijaiyah seringkah berbicara tentang al ­Kitab, al-Tanzil dan atau al‑Qur’an, seperti firman Allah SWT berikut:

الم  ذلك الكتب لاريب فيه ....... (البقرة : ٢-١)
الم. اللٌه لاالَه الاٌَ هو الحي القَيوم نزل عليك الكتب بالحق.......... (ال عمران : ٢-١)
المص، كتاب انزل اليك ......... (الآعرف : ٢-١)
يس، والقرأنِ الكريم ......... ( يس : ٢-١)
ص، والقرأن الذكرى ........  
ق، والقرأن المجيد ....... ( ق  : ٢-١)
الم، تنزيل الكتاب .......... ( السجدة : ١-٢)
حم، تنزيل الكتاب ..........  المؤ من : ١-٢
Kecuali tiga surat, yakni Maryam, al‑Ankabut dan al-Rum. Imam Fakhurrazi, seperti dikutip oleh Aisyah bintu al‑Syathi, lebih memperhatikan kepada hikmah pembukaan surah yang diikuti kata al-Kitab, al‑Tanzil atau al‑Qur’an. la menyatakan “hikmah dari itu semua, bahwa al‑Qur’an yang agung itu diturunkan secara berat (tsaqil), dan setiap surah yang awalnya menerangkan tentang al-Qur’an, al‑Kitab dan al‑Tanzil, dan diawali oleh sesuatu imbuhan, maka menjadi kewajiban bagi yang diajak bicara untuk mendengarkan ayat selanjutnya. Akan tetapi tsaqilnya al‑Qur’an bukanlah ditunjukkan dan dikhususkan oleh pembukaan surah melalui huruf‑huruf itu, karena ada pula ayat-ayat yang berbicara tentang al-Qur’an, al‑Tanzil dan menyebutkan al‑Kitab pada ayat‑ayat awalnya, tidak dibuka oleh huruf‑huruf itu, seperti surah al­-Kahfi, al‑Furqan, al‑Qadr, al‑Zumar.

C.  Kesimpulan
Demikianlah keistimewaan al‑Qur’an dari segi makna dan kebahasaan. fawatih al-suwar merupakan salah satu realitas keistimewaan misterius yang terdapat di dalam al‑Qur’an. Pemaparan tentang fawatih al‑suwar, khususnya menyangkut al‑ahruf al-Muqatta’ah tidak banyak, bahkan hampir tidak ada yang berhasil mengungkap latar belakang ataupun keterangan yang  secara historis bisa membuktikan hubungan-hubungan fawatih al-suwar.

 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar